Entri yang Diunggulkan

Ritual Sesaji Rewanda, Tradisi Menjaga Alam Wasiat Sunan Kalijaga

Angkringan Boen Djati Mijen Semarang, Dari TPA Menjadi Ladang Usaha


Gapura Angkringan Boen Djati Mijen, Semarang, Sabtu (14/10/2023). (dok. Shalsa)

DIREKTORIJATENG.ID- Tersembunyi adalah ungkapan yang pas untuk menggambarkan Angkringan Boen Djati yang  bernuansakan tradisional. Biasanya gen z menyebutkannya dengan istilah hidden gem karena letak tempatnya yang jauh dari akses jalan raya dan sedikit masuk ke kawasan hutan jati. Karena letak tempatnya itulah angkringan ini diberi nama Boen Djati yang dalam ejaan baru dibaca bun jati atau kebun jati karena berada tepat di kawasaan hutan jati Desa Sumber Sari. 

Terletak di Desa Sumber Sari Kecamatan Mijen Kota Semarang, Angkringan Boen Djati berada di RT 3 Desa Sumber Sari. Ide pendirian angkringan berasal dari ketua  RT 3 Desa Sumber Sari, Eko. 

“Idenya muncul dari Pak RT, sudah lama sebenarnya ada rencana bikin kaya gini, cuma baru terealisasikannya sekarang,” ucap pengelola Angkringan Boen Djati Evi Isye Susanti (49), Sabtu 14 Oktober 2023.  

Angkringan didirikan dengan tujuan memberdayakan ibu-ibu rumah tangga  yang ada di Desa Sumber Sari agar memiliki kegiatan yang positif. Selain itu, untuk membantu perekonomian warga desa yang tidak semuanya memiliki pekerjaan tetap dan juga mendukung Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang ada di Desa Sumber Sari. Walau Angkringan Boen Djati terhitung masih seumur jagung tepatnya berusia tiga bulan tetapi tempat ini banyak yang mengunjungi.  

Kios para penjual di Angkringan Boen Djati. (dok. Shalsa)

Angkringan Boen Djati tidak buka setiap hari, namun hanya buka di hari Jumat dan Sabtu Angkringan  yang buka 18.00 WIB hingga 22.00 WIB menawarkan berbagai pilihan menu makanan serta minuman. 

Beberapa menu masakan tradisional hingga masa kini disajikan, di antaranya gendar pecel, soto, sate kronyos (sate lemak sapi), nasi bakar, sosis bakar, kentang goreng, seblak, serta pisang krispi. 

Minuman yang ditawarkan di Angkringan Boen Djati sangat beragam, dari minuman instan hingga minuman tradisioanal juga ikut dijajakan, seperti wedang uwuh, wedang roti, dan wedang ronde.

“Karena pangsa pasar kita anak remaja, saya jualan yang simple-simple seperti kentang goreng terus pisang crispi,” ucap salah satu pedagang di Angkringan Boen Djati Indri (41) warga Desa Sumber Sari. 

Ide kreatif warga Desa Sumber Sari tidak berhenti di sini saja, agar Angkringan Boen Djati ini tidak  monoton dan sepi pengunjung mereka menghadirkan berbagai hiburan, seperti live music,  akustik, dan pring pethuk. Hiburan ini digilir seminggu sekali agar tidak membosankan. 

Keunikan Angkringan Boen Djati selanjutnya, di penggunaan alat transaksi. Untuk membeli makanan atau minuman tidak bisa menggunakan uang rupiah tetapi harus ditukar dengan “keping”. 

Pengunjung bisa mendapatkan keping dengan cara menukar di kasir penukaran keping, sebelum memasuki Angkringan Boen Djati. Harga perkeping Rp 2000. 

Tidak di sangka-sangka lokasi yang awalnya sebuah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang hanya digunakan untuk membuang dan  membakar sampah. Berkat gotong-royong dan tekat para warga berhasil mengubah tempat yang diangap kotor menjadi ladang produktif. Warga menyambut antusias ide baik serta positif tersebut  sehingga Angkringan Boen Djati bisa berdiri hingga kini. 

Reporter : Shalsa Adi Fadhillatus Shifa & Bilqis Zahwa Almajid 

Editor: Farida



Belum ada Komentar untuk "Angkringan Boen Djati Mijen Semarang, Dari TPA Menjadi Ladang Usaha"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel