Essay Ayu Reza: Mengenal Halalbihalal, Tradisi Setelah Menyambut Lebaran Idul Fitri
Ilustrasi Suasana Halalbihalal (Sumber: pixabay.com)
DIREKTORIJATENG.ID - Usai melaksanakan puasa Ramadan, umat muslim di Indonesia memiliki tradisi yang bernama halalbihalal. Secara umum halalbihalal dimaknai sebagai acara silaturahmi yang dilaksanakan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan dengan kegiatan inti saling bermaaf-maafan satu sama lain. Tradisi ini menjadi tradisi yang terus berkembang hingga saat ini. Halalbihalal menjadi momentum untuk mempererat hubungan yang sempat renggang, menyelesaikan konflik pribadi, dan memperkuat rasa kebersamaan.
Halalbihalal tidak dapat diartikan secara gamblang karena tidak akan menemukan makna pastinya. Secara istilah kata halal berasal dari bahasa Arab yaitu halla yang memiliki tiga makna yakni halal al habi yang dapat diartikan “benang kusut terurai kembali”, hallal al-ma “air keruh diendapkan”, dan halla as-syai “halal sesuatu”. Dari ketiga arti tersebut dapat diambil kesimpulan makna halalbihalal adalah kekusutan, kekeruhan, dan kesalahan yang selama ini dapat dihalalkan kembali.
Menelisik Lebih dalam Makna Halalbihalal
Makna utama dari halalbihalal ialah membangun kembali kesucian hati dan mempererat hubungan sosial satu sama lain. Melalui tradisi ini, umat Islam saling meminta dan memberi maaf atas kesalahan yang pernah terjadi baik disengaja maupun tidak. Tradisi ini dapat menciptakan suasana yang lebih damai, tenang, dan harmonis.
Selain itu, halalbihalal juga menjadi bentuk nyata pengamalan nilai-nilai Islam seperti pengendalian diri, keikhlasan, empati, dan persaudaraan. Tradisi ini tidak hanya memperkuat ikatan antarvidu dalam lingkup keluarga maupun masyarakat, tetapi juga menjadi sarana menjaga persatuan dalam keberagaman terutama di Indonesia yang memiliki beragam perbedaan baik dari segi budaya maupun agama.
Budaya Sungkeman
Istilah sungkeman dalam kebudayaan Jawa kerap terjadi ketika Halalbihalal. Istilah ini digunakan sebagai bentuk rasa hormat kepada orang tua dan yang lebih tua sebagai simbol permintaan maaf. Tradisi sungkeman saat lebaran sebenarnya telah berlangsung sejak masa Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran.
Pada waktu itu, Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara I bersama seluruh abdi dalem berkumpul untuk saling memaafkan usai melaksanakan salat Ied. Pelaksanaan sungkem dilakukan secara bertahap. Pertama, para istri dan putra dalem yang lebih dulu melakukan sungkem. Kemudian barulah para sentana dan abdi dalem menyusul dalam tahap kedua. Pelakasanaan tradisi ini dilakukan dengan tata cara yang terstruktur.
Pada masa itu, seluruh peserta mengenakan busana adat Jawa yang resmi dan berbaris dengan rapi. Sang Raja berada di atas singgasana, sementara mereka yang hendak sungkem duduk bersimpuh di hadapannya memberikan penghormatan sambil mengucapkan rangkaian kalimat tertentu yang telah ditentukan sebelumnya.
Sampai sekarang tradisi sungkeman tetap menjadi bagian dalam pelaksanaan halalbihalal yang terus dilestarikan. Di zaman saat ini keberlangsungan sungkeman menjadi bukti nyata bahwa tradisi sungkeman masih memiliki tempat istimewa dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Ayu Reza Wulandari
Belum ada Komentar untuk "Essay Ayu Reza: Mengenal Halalbihalal, Tradisi Setelah Menyambut Lebaran Idul Fitri"
Posting Komentar